Polip Nasi

1. Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabua-abuan yang terjadi akibat inflamasi mukosa nasal atau paranasal.1,2 Polip merupakan kelainan massa terbanyak yang ditemukan di dalam rongga hidung. Perkembangan polip dihubungkan dengan adanya suatu inflamasi kronik, alergi, kelainan sistem saraf otonom, dan predisposisi genetik.2

Polip biasanya bersifat bilateral. Walaupun polip dapat berasal dari setiap bagian dari mukosa nasal dan paranasal, pada umumnya polip berasal dari etmoid dan regio meatus media.2

Kekambuhan yang sering terjadi merupakan karakteristik dari polip nasi, dimana lebih dari 7-50% pasien yang mengalami pembedahan akan kembali mengalami rekuren.3 Angka kekambuhan ini akan bertambah bila pasien memiliki penyakit alergi dan intoleransi terhadap aspirin.2

2. Epidemiologi

Insidensi polip nasi sulit diperkirakan. Di Amerika Serikat diperkirakan 0,3% penduduk dewasanya menderita kelainan ini, sedangkan di Inggris lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 0,2-3%.3 Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibanding wanita dengan perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak. Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya cystic fibrosis karena cystic fibrosis merupakan faktor resiko bagi anak-anak untuk menderita polip nasi.2

3. Anatomi

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:4

a. Pangkal hidung (bridge)

b. Batang hidung (dorsum nasi)

c. Puncak hidung (hip)

d. Ala nasi

e. Kolumela

f. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang, tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berungsi melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri atas: tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila, prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri atas: sepasang kartilago nasalis lateralis, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga kartilago ala mayor, dan tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang yang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut dengan nares anterior dan lubang belakang disebut dengan nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.4

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial kavum nasi adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang rawan dan tulang. Pada dinding lateral terdiri 4 buah konka. Bagian terbesar letaknya paling bawah yaitu konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi adalah konka superior, dan yang paling kecil adalah konka suprema.4

4. Patogenesis

Suatu studi ekperimental menunjukkan bahwa pembentukan dan perkembangan dari polip nasi melibatkan tiga hal yaitu: epitel mukosa, matrik ekstraseluler, dan sel-sel inflamasi. Semuanya dapat diawali oleh suatu proses inflamasi baik infeksi atau noninfeksi. Keadaan patologis ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan interstisial yang akan menyumbat pembuluh darah di dalam polip sehingga menimbulkan edema dan distensi stroma.5

Mekanisme patogenesis yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan polip nasi sulit ditentukan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan polip, antara lain:3

§ Proses inflamasi yang disebabkan penyebab multifaktorial termasuk familiar dan faktor herediter

§ Aktivasi respon imun lokal

§ Hiperaktivitas dari persarafan parasimpatis.

Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.

Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000 konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-γ) dan Tumour Growth Factor β (TGF-β). IFN-γ menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF-β yang umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi.3

5. Etiologi

Penyebab yang pasti dari polip nasi tidak diketahui, tetapi ada keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kejadian polip nasi, diantaranya:5

a) Rinitis alergika dan non alergika

b) Sinusitis alergika fungal

c) Intoleransi aspirin

d) Asma

e) Churg-strauss syndrome (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma)

f) Cystic fibrosis

g) Imunodefisiensi

h) Diskinesia sillia primer

i) Sindrom kartagener (sinusitis kronik, brokiektasis, situs inversus)

j) Young syndrome (sinopulmonary disease, azoospermia, polip nasi)

Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa polip mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan penyakit nonalergik daripada penyakit alergik. Secara statistik, polip nasi lebih sering dijumpai pada pasien dengan asma nonalergik (13%) daripada asma alergik (5%), dan hanya 0,5% dari 3000 penderita atopi menderita polip nasi.6

6. Histopatologi

Epitel normal dari kavum nasi adalah epitel kolumnar bertingkat semu bersilia. Epitel permukaan dari sinus lebih tipis, memiliki sel goblet dan silia yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan kavum nasi. Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi:2

a) Eosinofilik edematous

Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel mast dalam stroma, dan penebalan membran basement.

b) Polip inflamasi kronik

Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.

c) Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous.

Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.

d) Polip dengan atipia stromal

Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.2

7. Diagnosis

Diagnosis polip nasi dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan:

A. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

§ Anamnesis

Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya:1,2,3,5

1) Hidung tersumbat

2) Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder

3) Post nasal drip

Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu cairan yang jatuh secara terus menerus ke belakang rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari kavum nasi.

4) Anosmia atau hiposmia

5) Suara sengau karena sumbatan pada hidung

6) Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar

7) Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar

8) Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara sinus ke rongga hidung

9) Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang menimbulkan obstructive sleep apnea.

Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan.

§ Pemeriksaan fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.1

Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Lund: 2,5

a. Grade 0 : Tidak ada polip

b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media

c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan obstruksi total

d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

Naso-endoskopi

Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.1,7

B. Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.1

8. Penatalaksanaan

Terapi polip nasi dapat terbagi atas terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi gejala dan ukuran polip, menunda selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah pembedahan, dan mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan. Terapi pembedahan bertujuan menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah kekambuhan. Oleh karena sifatnya yang rekuren, kadang-kadang terapi pembedahan juga mengalami kegagalan dimana 7-50% pasien yang menjalani pembedahan akan mengalami kekambuhan.3

a) Terapi medikamentosa

1. Antibiotik

Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat timbulnya infeksi. Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip lebih lanjut dan mengurangi perdarahan selama pembedahan. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap spesies staphylococcus, streptococcus, dan golongan anaerob yang merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik.5

2. Kortikosteroid

Penggunaa kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal dan sistemik.

a) Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid topikal merupakan pengobatan pilihan dari polip nasi. Kortikosteroid topikal menyebabkan terjadinya penurunan jumlah limfosit pada jaringan polip dan menghambat sintesis sitokin. Selain itu, kortikosteroid topikal juga mengurangi jumlah dan aktivasi dari eosinofil.

Beberapa pasien mungkin tidak memberikan respon terhadap pemberian kortikosteroid topikal. Hal ini dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu pertama, penyebab dari nasal polip seperti cystic fibrosis dan diskinesia silia primer yang memang tidak memberikan respon terhadap steroid. Kedua, kongesti nasal dari polip sendiri mengganggu distribusi obat spray di dalam kavum nasi. Saat ini telah dikembangkan penggunaan topikal berbentuk tetes dimana untuk mendapatkan aktivitas lokal maksimal maka pemberiannya harus melalui cara head inverted position (moffit’s position).5

b) Kortikosteroid sistemik

Penggunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan metode alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip. Berbeda dengan steroid topikal, steroid sistemik dapat mencapai seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan meatus media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari steroid topikal. Penggunaan steroid sistemik juga dapat merupakan pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian awal steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga pemberian steroid topikal spray selanjutnya menjadi lebih sempurna.5

3. Terapi tambahan lain

Penggunaan antihistamindan dekongestan dapat mengurangi gejala simtomatik tapi hal ini tidak mengubah perjalanan penyakit. Pemberian imunoterapi telah terbukti bermanfaat pada pasien dengan sinusitis alergika fungal.5

b) Terapi pembedahan

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk dilakukan terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgetik lokal, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi caldwell-luc untuk sinus maksila. Cara yang terbaik adalah bila terdapat endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).1

9. Prognosis

Polip nasi tidak berhubungan dengan insidensi kematian, tapi hanya berpengaruh pada kualitas hidup penderitanya.2 Polip nasi bersifat rekuren walaupun telah dilakukan terapi baik medikasi atau pembedahan. Akan tetapi, penggunaan steroid topikal paling tidak dapat memperlambat waktu rekurensi sehingga kualitas hidup penderita dapat menjadi lebih baik.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Wardani RS. Polip Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher. Ed. 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:123-25.

2. Dalziel et al. Systematic Review of Endoscopic Sinus Surgery for Nasal Polyps. United Kingdom. 2003

3. Rucci et al. La Chirurgia Della Poliposi Nasale: Tecnica Convenzionale VS Tecnica Microchirurgica Associata a Resezione Dell’innervazione Parasimpatica. University of Florence. Italy. 2003

4. Soetjipto D, Wardani RS. Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher. Ed. 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 118-123.

5. Assanasen P. Medical and Surgical Management of Polyp Nasal. University of Chicago. USA. 2003.

6. McClay JE. Nasal Polyps: Follow Up. 2008. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape.com/article pada tanggal 4 Mei 2009.

7. Spafford P. Nosing Around: Dealing with Nasal Polyps. The Canadian Journal of CME

1 komentar:

yoe 11 Agustus 2009 pukul 20.43  

mantap bro!!!lanjutkan

Posting Komentar